Rabu, 18 Februari 2015

KUBERI DIA NAMA SAM KARENA BERASAL DARI TONG SAMPAH


 
Pagi itu seperti biasa saya ke pasar. Seperti biasa membeli sarapan dan bekal makanan untuk anak-anak sebelum meninggalkan mereka seharian untuk kerja. Agak tergesa-gesa, karena bangun kesiangan. Sendirian, karena Si Doggy, anjing milik bapak kos yang biasa ikut, hari itu entah main kemana bersama teman-temannya. 

Mendekati pasar yang diuju, terdengar suara yang sangat saya tidak suka. Makin mendekat gerbang pasar suara itu maikn jelas dan terang. Perasaan mengatakan senag terjadi sesuatu tidak beres di sini. Heran, orang-orang di pasar dan sekelilingya adem ayem, seperti tidak mendengar apapun.
Seperi biasa. Batin ini berperang. Ambil atau tidak. Ambil atau lewat saja. Dan seperti biasa juga. Akhirnya aku memutuskan yah… ambil sajalah. Tentu dengan berbagai konsekuensi. Diketahuan ibu kos dan dimarahi, misalnya.

 Tapi saya tak ingin terlalu menarik perhaian orang-orang di pasar ini. Bergegas saya belanja keperluan anak-anak kaki empat, setelahnya menghampiri tempat asal suara kecil itu berasal. Sebuah bak sampah organic. Entah siapa geranga manusia kejam itu yang telah dengan begitu tega membuang anak kucing kecil itu di sana. Tak cukup memisahkannya dari induknya, masih juga menumpuk si bayi kucing malang itu dengan sampah sayuran dan berbagai rupa di atasnya. Perlu beberapa saat buat saya mengore=ngorek sampah buat mengeluarkan si kecil dari sana. Tak berhasil karena tumpukan sampah begitu banyak. Beruntung seorang petugas kebersihan melintas, yang dengan bantuannya saya bias mengevakuasi si kecil dari saana. Tapi belakangan saya malah curiga, jangan-jangan si bapaklah yang mebuang si kecil di sana. (Hehe… maaf ya Pak! )
 Sam sesaat setelah Bergabung

Berbekal pelastik belanjaan saya membawa Sam pulang ke kos. Saya berjalan lebih cepat dari biasa. Saya mengerti teriakannya di dalam plastic bias jadi karena kedinginan dan lapar. Entah sudah berapa lama dia di tempat itu. 

Smapai di tempat kos, aku berpikir, bayi sekecil ini, pasti belum bias makan nasi plus pindang seperti saudara-sauranya yang lain. Harus susu dan bukan semabarang susu karena bias menyebabkan diare hebat. Kata vet langanan saya, bayi sekecil itu yang paling baik ya minum ASI induknya. Tapi dalam keadaan gawat darurat seperti saya ini, bias juga minum susu berlabel LLM. Buka terbaik memang, karena tidak diformulasikan buat bayi kucing, tapi lebih baiklah dari pada melihatnya kelaparan.

 Entah Mengapa kamu sulit sekali diphoto dari depan

Berbekal selembar uang lima puluh ribuan, saya pergi memblei susu. Gajian masih lama. Membeli susu berarti saya harus lebih menghemat daripada hari-hari sebelumnya, tapi saya tidak keberatan. Di dalam benak saya, yang pernting adalah Sam bias kenyang dan tidak berteriak-teriak lagi. Dan memang, setelah minum susu dengan lahapnya, dia diam dan tertidur. Barulah saya bias berangkat kerja dengan tenang. 

Beberapa waktu bersama saya, Sam menjadi lebih sehat. Apalagi setelah dating saudara-saudaranya seumuran yang saya rescue dari tempat yang sama. Saya bukan orang berada. Tapi membiarkan mereka di sana, menanggung resiko kelaparan, haus, kehujanan bahkan tertabrak kendaraan yang berlalu lalang mebuat saya miris. Daripada saya emnyesal di kemudian hari karena tidak melakukan apapun, akhirnya saya bawa juga mereka.

Yang saya herankan, bulu Sam dan teman-temannya licin, seperti habis dilumuri minyak goreng. Beberapa kali saya coba nersihkan dengan sampoo dan air hangat, tidak banyak emnolong. Apalagi Sam. Saya heran melihat jalannya jadi berubah. Tak lurus sperti biasa, tapi ‘melenting’. Seperti sulit melangkahkan kakinya. Tapi jangan ditanya semanagt makannya. Lahap habis. Senang sekali melihatnya dan teman-teman melahap habis ceker atau kepala ayam rebus yang saya buatkan. Kemudian tertidur saling berpelukan. Sebagai ibu mereka, rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan melihat kebutuhan mereka terpenuhi, meski secara sederhana.

Namun kemudian saya terkejut. Di suatu pagi saya dapati Sam terbujur kaku. Yah, dia telah pergi tanpa saya ketahui. TNyaris tidak ada tanda atau erangan kesakitan. Saya sedih. Perkiraan saya, dia bias bertahan sedikit lebih lama karena saya sudah memberinya vitamin dan obat cacing. Tapi Tuhan berkehendak lain. Di suatu sore, di sebuah tempat, saya tunaikan kewajiban terakhir saya kepadanya. Saya kuburkan dia denga menanggung rasa sedih dan kasian karena saya belum sempat membawanya check ke vet sehubungan dengan keuangan saya.
 Sam, 23 Des 2014


Selamat tinggal sayang, Tante sayang kamu

Kamu pasti lebih baik sekarang. Tak ada kesakitan. Gak ada yang jahatin kamu lagi. 

Saya bukan orang berkelebihan. Merescue dan merawat kucing-kucing liar bagi saya karena keinginan untuk berbagi kepada sesame mahluk ciptaan Tuhan YME. Saya sadar kemapuan saya terbatas. Oleh karena itu saya mehimbau teman-teman untuk mrawat kucing, anjing dan binanatng peliharaan lainnya dengan lebih baik. Dengan cara mensterilkan mereka. Steril bukan berarti kita kejam. Tapi ini cara lebih bertabat untuk menekan angka kelahiran yang tidak diinginkan. Agar tidak banyal lagi mahluk kecil malang yang terbuang dan tersia-sia seperti Sam.

 Rasululloh r bersabda:
مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa yang memisahkan antara induk dengan anaknya maka Alloh akan memisahkan antara dia dengan orang-orang yang dicintainya pada hari kiamat (HR. At Tirmidzi 1283, tahqiq syaikh Albani: hasan).
 
Selamat tinggal sayang, selamanya Tante akan menyayangi kamu dan teman-temanmu.