Kamis, 19 September 2013

BERWISATA KE KABUPATEN KLUNGKUNG, SI CANTIK YANG MENGKHAWATIRKAN


Oleh: Eka Novita Damayanti
            Jujur, berbulan-bulan saya di Bali, belum semua tempat wisata di pulau cantik ini saya datangi. Hari itu, mumpung adik saya Jimmy dari Jakarta datang, tak pikir panjang saya ‘paksa’ dia menemani saya jalan-jalan. He he……
            Berbekal hasil ‘searching’ di dunia maya, kami berangkat menuju Klungkung pagi-pagi sekali. Alasan kami memilih Klungkung adalah karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Ibukota Propinsi Denpasar.
            Dari posisi kami di Jimbaran, kami naik Bis Trans Sarbagita (Busway nya Bali) menuju Terminal Bis Batu Bulan. Alasan kami naik transportasi umum daripada menyewa sepeda motor adalah karena ingin lebih merasakan sensasi berpetualang ala backpacker dank arena memang tak punya SIM. Jadi daripada harus menanggung repot resiko tertangkap operasi polisi di jalan, ya sudah naik kendaraan umumlah jadinya.
            Buat yang belum pernah naik Bis Sarbagita, perlu mengetahui kalau halte bis tersebar di hamper sepanjang jalan-jalan utama di Denpasar dan sekitarnya. Ada dua koridor utama yang dilayani. Koridor pertama: jurusan GWK- Denpasar dan koridor dua melayani jurusan Nusa Dua- Batu Bulan. Jurusan inilah yang kami jalani.
Tak seperti Busway di Jakarta, bis kota Bali ini tak datang setiap saat. Butuh kesabaran menunggunya karena biarpun sudah ada jadwal kedatangan dan keberangkatan, tapi karena sesuatu dan lain hal seperti kemacetan di Denpasar dan sekitarnya yang terbilang rawan, maka jadwal yang sudah ada pun jadi sedikit kacau balau jadinya.
Sekitar satu jam lebih kami menunggu. sampai akhirnya transportasi umum yang digagas oleh Gubernur Mangku Pastika untuk mengentas kemacetan di Provinsi Bali ini, akhirnya datang juga. Bisnya cukup nyaman. Luas, bersih, terbilang masih baru dan ber-AC pula. Dan cukup membayar Rp. 3.500 saja sampai ke Terminal Batu Bulan. Murah kan? Memang murah, tapi heran  sampai saat ini orang Bali lebih suka naik pribadi (motor atau mobil) sehingga tak jarang armada bis berlalu dengan membawa tak lebih dari lima orang penumpang saja.     
Sekitar setengah jam, kami tiba di Terminal Bis Batubulan. Eits, kita belum sampai di tujuan kita di Klungkung, sob. Dari Batu Bulan, masih harus naik dua kali angkutan lagi yaitu dengan angkot isuzu, demikia banyak orang Bali menyebutnya, sampai ke pusat Kota Semarapura. Tidak seperti Bis Sarbagita tadi, angkot isuzu jauh dari kata nyaman. Teman-teman harus rela berdesakan dengan ibu-ibu para pedagang yang membawa serta dagangan atau belanjaan mereka. Tak ada AC, tapi biayanya bisa lebih mahal. Sekitar Rp. 10.000 sampai ke suatu tempat untuk berganti kendaraan lagi dengan angkot warna kuning kentang sampai ke pusat Kota Semarapura.
 “Ini tempatnya.” Suara pak supir mengagetkan saya yang sedang asik melihat keluar jendela. Di hadapan saya sebuah bangunan seperti sebuah kantor dengan para pegawai berseragam di dalamnya.
“Bener ini tempatnya Pak?” Tanya saya sambil menyerahkan selembar uang kertas duapuluh ribu yang dijawab pak supir dengan anggukan kepala sambil tangannya mengembalikan selembar uang sepuluh ribu.
“Ya, benar. Itu tempatnya.” Jawabnya.
Tanya kiri-kanan, memang itulah tempat yang kami tuju, Kertha Gosa yang mashur itu. Karena tujuannya datang ke Bali memang untuk menambah koleksi photo pribadinya, Jimmy adik saya, langsung mengeluarkan kamera kesayangannya yang terus dibawa kemanapun dia pergi dan disayanginya dengan sepenuh hati (maaf ya sedikit lebay) dari tempatnya dan langsung mengambil gambar beberapa sudut menarik dari bangunan bersejarah ini.  
Berdasarkan sejarah, Kerta Gosa adalah bagian dari komplek bangunan kerajaan Klungkung yang dibangun pada tahun 1686 oleh pemegang kekuasaan pertama yaitu Ida I Dewa Agung Jambe. Pada jaman dahulu Kerta Gosa adalah tempat diskusi mengenai situasi keamanan, keadilan, dan kemakmuran wilayah kerajaan Bali, atau tempat pengadilan pada jaman dulu. Kerta Gosa terdiri dari dua buah bangunan, yaitu Bale Kerta Gosa dan Bale Kambang, yaitu bangunan yang dikelilingi kolam dan taman yang disebut Taman Gili. 

Masuk ke kompleks bangunan bersejarah ini, setiap pengunjung baik turis local maupun internasional dikenakan biaya sekitar Rp.15.000. Harga tersebut sudah termasuk tiket masuk dan sewa kamen atau kain panjang yang disediakan tepat di pintu masuk bagi mereka yang memakai celana pendek atau rok mini. Karena bangunan bersejarah ini termasuk yang dihormati, jadi kalau kita ingin masuk ke dalamnya juga harus mengenakna pakaian yang sopan. 

Di dalam kompleks, akan kita lihat Bale Kerta Gosa yang merupakan sebuah bangunan tinggi di sudut kanan setelah pintu masuk dan Bale Kambang yang lebih besar terletak di tengah dan dikelilingi oleh kolam.Keunikannya Kertha Gosa ada di terletak di langit-langitnya yang bergaya Kamasan. Masih ada sebuah Pura dan museum di kompleks ini. Museum menyimpan benda-benda peninggalan raja mulai dari furniture, tandu, lukisan-lukisan, buku dan lain=lain yang kondisinya masih terjaga dengan baik. Tapi jumlah ini hanya sebagian kecil saja dari peninggalan kerajaan karena pada jaman penjajahan Belanda dulu, Kertha Gosa pernah mengalami kerusakan parah.Sayang sekali ya?

Tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengelilingi Kertha Gosa. Selesai menjelajah seluruh Kertha Gosa, pengunjung bisa menyebrang dan berjalan kaki sekitar lima menit saja ke obyek wisata lain yaitu Monumen Puputan Klungkung di sebelah timur Kerta Gosa atau di tengah Kota Semarapura. Tinggi banguanannya sekitar 28 meter berbentuk Lingga-Yoni yang dibangun pada areal seluas 123 meter persegi berwarna hitam
Di dalam monument, terdapat diorama perjuangan rakyat Klungkumg melawan penjajah Belanda. Tempat yang baik untuk belajar sejarah Klungkung sebenarnya, tapi sayang penerangan di ruangan dalam sangat minim sehingga ada kesan sedikit seram kalau anda ke tepat ini sendirian he he !!! Oh ya, teman-teman tidak dikenakan biaya apapun jika masuk ke areal monument ini.
Masih banyak obyek wisata lain di Klungkung selain kedua tempat ini . Tapi karena keterbatasan waktu (dan juga biaya), kami hanya menjelajah yang dekat-dekat saja. Setelah Monumen Puputan, yang paling praktis adalah Desa Kamasan, senuah desa seniman tak jauh dari pusat kota Semarapura. Sekitar sepuluh menit saja bila naik angkot dari pusat kota semarapura (naik dari samping pasar Semarapura). Kalau tidak salah ongkosnya sekitar Rp.5.000 saja. Tidak perlu takut kesasar ya? Karena Klungkung tidak terlalu luas dan semua orang dengan senang hati kana menunjukan kepadamu tempat mana yang kamu tuju. Namanya juga desa seni, kamu akan mendapati dengan mudah nama-nama pelukis yang tinggal di sepanjang jalanan desa Di sini kamu juga bisa belajar langsung lukisan tradisional Bali dari pelukisnya loh!!
Waktu mengunjungi Desa Kamasan ini beberapa waktu lalu, kebetulan bertepatan dengan perayaan salah satu hari besar agama Hindu (maaf saya lupa namanya) sehingga sepanjang jalan desa menjuntai indah penjor dari setiap rumah. Buat kalian pencinta photograpy pasti tidak akan menyia-nyiakan pemandangan seperti ini.
Tidak terasa sore cepat datang. Cepat kami bersiap pulang karena kalau tinggal lebih lama lagi, kami akan kesulitan mendapatkan angkutan umum.  Padahal masih banyak tempat wisata menarik lainnya di Klungkung yang belum kami datangi seperti Goa Lawah, Desa Tihingan, Museum Seni Lukis Klasik Nyoman Gunarsa, Goa Jepang, Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Pantai Watu Klotok atau Pantai Batu Klotok.
Watu Klotok ini jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat kota Semarapura (sekitar 7 kilo meter saja). Sebuah pantai nan cantik berpasir hitam. Konon nama ini diambil dari bunyi bebatuan karang yang berkelotok bila diterpa ombak. Kita bisa juga menjumpai sebuah pura bernama Pura Watu Klotok yang didirikan oleh Mpu Kunturan dalam perjalanan sucinya ke Bali pada abad X.
Sayang pantai cantik dan peninggalan sejarah ini terancam keberadaannya karena ulah penambang batu kipas di pantai. Setiap hari ratusan orang mungkin lebih, menambang batu kipas. Sebagaimana kita tahu, adanya bebatuan di pantai berfungsi menahan kerasnya terpaan ombak. Tapi karena alasan ekonomi dari orang-orang yang tak bertanggungjawab ini bisa mendatangkan bahaya abrasi pantai. Kata teman saya yang tinggal di sana, konon saat ini bahkan suara ombak bisa terdengar dengan sangat jelas dari rumahnya yang berjarak sekitar dua kilometer dari pantai.
Pemerintah Klungkung bukan tidak melakkan tindakan apapun atas masalah ini. Tapi dasarnya saja mereka bandel, berkali-kali pemerintah melarang, berkali-kali pula mereka akan datang untuk menambang. Bila diteruskan, bukan tidak mungkin abrasi akan mengancam daerah yang lebih luas lagi.  Yuk, kita lakukan sesuatu sebelum terlambat.